POLITIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BOLEH COPY PASTE DENGAN SYARAT BACA SURAT ALFATEHAH 7 KALI DAN NIATIN PAHALA BUAT AKU
A.    Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dan juga politik. Manusia butuh kepada politik untuk mengatur segala urusannya dikehidupan duniawi ini. Kelansungan manusia sangat tergantung kepada kelansungan politik itu sendiri.
Politik dengan maknanya yang berbeda-beda, tergantung siapa yang mendefinisikannya. Makna politik dalam islam dengan makna politik yang ada diluar islam sangat jauh berbeda makna dan tujuannya.

Untuk mengetahui politik menurut pandangan islam, penulis mencoba sedikit mengupas makna politik menurut perspektif agama islam, sehingga tidak terjadi manuver makna politik itu sendiri, yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tidak diharapkan dalam perpolitikan khususnya negara muslim. Negara muslim sekarang ada yang memahami makna politik secara islami dan ada juga memahami politik secara non-islami, mungkin dipengaruhi pengetahuan mereka dan siapa guru mereka yang mengajarkan makna politik itu sendiri.
Maka oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat pandangan politik dalam perspektif islam sehingga kita tahu dimana letak kejelasannya.
B.     Rumusan Permasalahan
Penulis mencoba untuk merumuskan masalah dalam makalah ini ke dalam:
1.      Apa Definisi politik dalam islam
2.      Bagaimana perspektif islam terhadap politik

C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini kedepan yaitu :
1.      Untuk mengetahui makna politik dalam islam
2.      Untuk mengetahui secara jelas politik dalam perspektif islam.
D.    Politik Dalam dalam Islam
1.      Hakikat politik dalam islam
Politik dalam menurut bahasa arab dari kata siyasah ( سياسة ), masdar dari ساس يسوس
ساس القوم أي دبرهم وتولى أمرهم[1]
Hadits Rasulullah:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ[2]
Artinya: “Adalah Bani Israel, para Nabi selalu mengatur urusan mereka. Setiap seorang Nabi meninggal, diganti Nabi berikutnya. Dan sungguh tidak ada lagi Nabi selainku. Akan ada para Khalifah yang banyak”.
Menurut istilah:
والسياسة: القيام على الشيء بما يصلحه[3].[4]
السياسة : تدبير أمور الدولة[5]
السياسة هي استصلاح الخلق بإرشادهم الى الطريق المنجي في العاجل أو الآجل[6]
Dunia merupakan tempat mencari perbekalan untuk kehidupan akhirat. Untuk mendapatkan bekal yang baik memerlukan tempat yang bagus dan aman, punya aturan dan perundang-undangan sehingga dunia ini menjadi tempat yang aman untuk mendapatkan bekal akhirat, politik merupakan alat dan transport untuk sampai pada akhirat yang kekal dan bahagia. Politik itu harus ditegakkan demi menciptakan suasana tenteram dalam masyarakat, sehingga masyarakat dapat mencari bekalnya dengan aman. Inilah tugas dari para politikus. Dan inilah politik yang dikampanyekan oleh Islam. Islam dan politik tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
هي فن الحكم وادارة اعمال الدولة الداخلة والخارجية[7]
Politikus yaitu:
السياسي هو الذي يزاول السياسة أو يتخذها حرفة له[8]
Menurut Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya[9] mengatakan bahwa ada dua poin penting dalam konsep politik islam, pertama menegakkan amanah dalam masyarakat, dan kedua menegakkan keadilan diantara manusia. Ini adalah dasar politik islam yang telah diakui oleh para ulama seperti yang tersurat dalam  QS:4:58-59.
Menurut Abi Umar Saif dalam kitabnya[10] memberikan definisi bahwa politik itu adalah Perbuatan untuk menegakkan Agama Allah dimuka bumi, memperbaiki kehidupan manusia dalam perkara agama mereka sehingga kalimat tauhid menjadi tinggi diatas muka bumi ini, menegakkan keadilan dan hukum syariat dan melayani publik terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Inilah konsep politik dalam Islam.
Menurut Abi Umar Saif bahwa menegakkan negara islam dan syariat islam dimuka bumi ini merupakan tujuan akhir yang harus dikembangkan dan diwujudkan, karena untuk inilah manusia diciptakan dimuka bumi hanya beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Inilah yang merupakan target politik islam. Dan karena inilah para mujahidin yang terus memperjuangkan dan menumpahkan darah demi tegaknya kalimatul haq dimuka bumi ini.[11] Agama islam merupakan agama yang menyeluruh dan sempurna yang mengatur segala sudut kehidupan manusia.
2.      Dasar - dasar politik dalam islam.
a.    Alqur’an
{فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا } [المائدة: 48]
Artinya: “Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang
{ وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ } [آل عمران: 104]
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (58) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59) } [النساء: 58، 59]
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (59)Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

{يَادَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ} [ص: 26]
Artinya: “Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ  [المائدة : 44]
Artinya: “Barang siapa yang tidak berhukumkan pada Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ [يوسف : 40]
Artinya: “Hukum (keputusan) itu hanyalah milik Allah. Ia memerintahkan agar kamu hanya menyembah kepada-Nya. Itulah agama yang benar
Dalam sudah sangat jelas uraian tentang dasar-dasar politik terhadap kaum muslimin, politik seperti apa dan apa aturannya sudah jelas sekali ditetapkan oleh Tuhan dalam Kitabnya. Sebahagian orang mengembangkan politiknya dalam masyarakat bukan lagi di dasari oleh Alquran, melainkan oleh hawa nafsunya dan kepentingan mereka sendiri, sehingga tercipta suasana bahwa politik islam tidak bisa menaungi negara dan masyarakat. Padahal yang salah bukanlah ajaran islamnya, melainkan pemeluknya sendiri. Untuk itu kita harus bisa memilah antara ajaran Islam dengan pemahaman pemeluknya itu sendiri.
b.      Sunnah.
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.[12]
Artinya: “Hadits Abu Nu’man dari Hammad Bin Zaid dari Nafe’ Bin Abdullah, Rasulullah berkata: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawaban tentang kepemimpinannya, pemimpin akan dipertanggung-jawabkan kepemimpinannya, seorang pria bertanggung-jawab atas keluarganya, seorang perempuan bertanggung-jawab atas rumah suaminya, seorang budak bertanggung-jawab atas harta tuannya, dan semua kamu akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya”.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا مَرْيَمَ الْأَزْدِيَّ أَخْبَرَهُ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَقَالَ مَا أَنْعَمَنَا بِكَ أَبَا فُلَانٍ وَهِيَ كَلِمَةٌ تَقُولُهَا الْعَرَبُ فَقُلْتُ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ أُخْبِرُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ قَالَ فَجَعَلَ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ[13]
Artinya: “Abu maryam al’ azdy r.a berkata kepada muawiyah: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: siapa yang diserahi oleh allah mengatur kepentingan kaum muslimin, yang kemdian ia sembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari qiyamat. Maka kemudian muawiyah mengangkat seorang untuk melayani segala hajat kebutuhan orang-orang (rakyat).

 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ[14]
Artinya: “Anas r.a berkata : bersabda rasulullah saw: dengarlah dan ta’atlah meskipun yang terangkat dalam pemerintahanmu seorang budak habasyah yang kepalanya bagaikan kismis.”
Dalam hadits diatas juga jelas sekali prinsip-prinsip yang harus dijalankan oleh politikus muslim. Ancaman bagi seorang muslim yang tidak mematuhi dasar-dasar politik islam juga sangatlah jelas. Oleh karena itu setiap muslim wajib mengikuti dan mematuhi ajaran politik dalam islam. Karena politik dalam islam telah bersatu dengan ajaran islam itu sendiri.
3.      Konsep Politik menurut pandangan islam
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa untuk terwujudnya satu Daulah, menekankan adanya kekuatan yang memaksa dalam suatu kelompok yang memiliki sentimen kelompok untuk menjadi Daulah. Maksudnya satu kekuatan politik yang mendominasi pihak lain.[15]
Menurut Deliar Noer, Islam setidaknya meliputi dua aspek pokok yaitu agama dan masyarakat (politik).[16]
Menurut Qardawi[17] Islam dan politik tidak dapat dipisahkan, karena islam itu sendiri merupakan politik. Kerena islam itu merupakan konsep hidup dan aturan hidup, baik hubungan manusia dengan manusia ataupun hubungan manusia dengan penciptanya, jadi tidak dapat dipisahkan. Berbeda dengan agama selain islam yang tidak mengurus dan mengatur tatanan masyarakat. Islam merupakan agama sempurna, artinya islam itu sebuah aturan manusia dimuka bumi ini.
Islam merupakan agama politik yang mengurus keluarga muslim, hubungan dengan non- muslim, hubungan dengan lingkungan. Islam itu mencakup  dasar negara, dasar individual dan masyarakat. Orang yang memisahkan politik dari islam berarti belum mengerti apa itu agama islam dan belum mengerti syariat islam itu sendiri.
Islam itu adalah sebuah bentuk revolusi kebebasan (demokrasi), persamaan, kesetaraan dan persaudaraan.[18] Sebenarnya islam mengajak ummat manusia untuk membasmi saling menyembah antar manusia. Dalam islam kesetaraan sangatlah dihormati dan untuk itulah tujuan islam yaitu menyetarakan hak dan kebebasan. Ini bisa di lihat pada :
{قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (64) يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ} [آل عمران: 64، 65]

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Ahli Kitab, marilah kepada satu Kalimah yang bersamaan antara kami dengan kamu, iaitu kita semua tidak menyembah melainkan Allah, dan kita tidak sekutukan denganNya sesuatu jua pun; dan jangan pula sebahagian dari kita mengambil akan sebahagian yang lain untuk dijadikan orang-orang yang dipuja dan didewa-dewakan selain dari Allah”. Kemudian jika mereka (Ahli Kitab itu) barpaling (enggan menerimanya) maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah kamu bahawa sesungguhnya kami adalah orang-orang Islam. Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu berani memperdebatkan tentang (ugama) Nabi Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan kemudian daripada (zaman) Ibrahim; patutkah (kamu berdegil sehingga) kamu tidak mahu menggunakan akal? ”.

Menurut Qardhawi bahwa politik itu adalah proses dalam mengatur ummat, kalo jaman sekarang mereka menamakannya dengan istilah politik[19]. Sekarang para politikus mempelajari perpolitikan dengan ajaran yang datang dari barat, dengan demikian politik yang berasal dari non-muslim gersang dari tatanan dan prinsip-prinsip islam sehingga yang tumbuh dan berkembang adalah politik dengan pemahaman non-muslim. Dan makna politik itu juga mengalami pergeseran sehingga tidak mencerminkan lagi keislamannya, padahal islam dan politik ada dua perkara dalam satu wadah syariat.

Bila kita ingin mengoreksi lebih dalam tentang politik, khususnya politik luar negeri islam, maka akan kita dapatkan bahwa islam menyuruh Rasul dan manusia untuk menyebarkan kalimat tauhid keseluruh dataran bumi ini.
Firman Allah Ta’ala :
{ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ} [سبأ: 28]
Artinya: “Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan bagi seluruh umat manusia.”
Menurut al-maududi bahwa politik itu dalam sistem kepemimpinan islam didasarkan pada tiga perkara:
1.      Tauhid
2.      Risalah Kerasulan Muhammad
3.      Khalifah[20]
4.      Konsep Politik Islam ( السياسة الشرعية  ) Menurut Ulama Fiqh
Terjadi perbedaan pendapat ulama Fiqh dalam memaknai Politik Islam:[21]
1.      Syariat merupakan politik sempurna ( الشريعة هي السياسة الكاملة ).
Sebahagian ulama Syafi’iyah dan Hanabalah berpendapat bahwa Alquran dan Sunnah sudah sempurna dengan segala politik. Tidak ada politik kecuali hanya yang sesuai dengan syariat semata dan tidak menerima Istitahsan.
Menurut Ibnu Jauzi dalam Talbis Iblis berpendapat bahwa Syariat merupakan politik Tuhan, dan mustahil sekali bahwa masih ada cacat yang membutuhkan kepada politik makhluk.[22] Sebagai dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala:
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ  [الأنعام : 38]
Artinya: “Tiada kami alpakan sesuatupun di dalam Alkitab
لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ [الرعد : 41]
Artinya: “Tidak ada yang dapat menolak ketetapannya”.
Segala kemaslahatan itu harus sejalan dan sesuai dengan syariat, tidak ada kemaslahatan yang tidak sesuai dengan syariat. Bila ada yang menyakini sebaliknya maka orang tersebut akan berurusan dengan kekufuran.
Kemeslahatan itu adalah ditentukan oleh syariat, bukan oleh akal seseorang, bahkan akal seseorang itu sendiri dikekang oleh syariat. Kekosongan syariat pada politik dapat berakibat fatal bagi kemeslahatan ummat manusia dan peradabannya.
2.      Politik adalah Ganjaran.
3.      Politik adalah memastikan terciptanya kemaslahatan terhadap masalah-masalah yang belum ada dalilnya.
5.      Faktor Politik dalam Islam
1.      Faktor Amanah[23]
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Untuk mewujudkan amanah dalam masyarakat yang telah diwajibkan kepada kita, maka kita harus mengangkat satu orang atau beberapa orang untuk mengurus dan mengaplikasikan perintah tersebut dalam bentuk ubudiyah pada Khaliq.
Aplikasi perintah tersebut agar maksimal harus melalui pembentukan pemerintahan yang sah dan diakui oleh segenap penduduk negeri. Dengan adanya pemerintah yang sah dan sistematis maka hak-hak, baik hak kepada Khaliq atau kepada makhluk akan tercapai.

2.      Faktor Hudud dan Huquq[24]
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
Segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat harus ada yang mengurusnya dan menegakkan keadilan sesuai dengan ajaran islam. Dalam islam hukuman dan ganjaran yang harus ditegakkan oleh pemerintah. Dan juga dalam islam ada hak – hak yang harus ditegakkan pula seperti hak tetangga, hak anak, hak orangtua, hak lingkungan, hak anak yatim, hak fakir miskin, dan sebagainya. Maka perlu politik untuk mengurus hal tersebut. Semua hak tidak akan terpenuhi melainkan dengan politik yang benar.
6.      Kaidah Umum dalam politik Islam.
1.      Kedaulatan itu milik Syara’
Sebuah negara tentu memiliki kedaulatan yang berbeda dan azas yang berbeda pula. Dalam islam tidak ada azas lain bagi negara melainkan azas Syara’. Negara islam harus didasari pada syara’. Tidak hukum dan undang – undang yang lebih tinggi dari syara’. Islam tidak mengenal akal menjadi landasan hukum, dalam islam hanya Alquran da Hadits yang menjadi landasan hukum negara. Ijma’ dan Qiyas juga harus didasari Alqur’an dan Hadits.
Publik atau rakyat tidak memiliki landasan hukum, tapi semua berpijak pada landasan Syari’at. Inilah yang membedakan kedaulatan politik negara dalam islam. Bahkan bila seseorang menjadikan selain syara’ sebagai landasan hukum dan hukum tersebut diatas hukum Syara’ atau setara, maka disinilah terjadi kemusyrikan yang nyata.
Kemaslahatan yang menentang dan tidak sesuai dengan syariat juga tidak mendapat tempat dalam perpolitikan islam.[25] Dalam islam selalu mendahulukan kemeslahatan manusia, walaupun kemeslahatan tidak dijadikan sebagai pedoman beragama. Karena kemeslahatan itu sendiri berbeda-beda berdasarkan kemampuan seseorang dalam menggunakan akalnya. Dan akal yang baik itu harus berpedoman dan berprinsip pada Alquran dan Sunnah Rasul.
Konsep politik islam yaitu dengan memahami kaidah Syara’ mengikuti prinsipnya. Konsep pelaksanaannya perlu bijaksana mengikuti situasi dan realiti yang harus dipraktikkan.[26] Karena kaidah Syara’ telah menetapkan dasar-dasar perpolitikan, sehingga ummat manusia jauh dari kesesatan dan penyelewengan atas dasar kemeslahatan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
2.      Pemerintahan milik Publik (ummat)[27]
Demokrasi dalam islam sangat jauh berbeda dengan demokrasi yang dikembangkan oleh barat. Karena dalam islam terjadi perbedaan antara pemerintahan yang sumbernya publik dengan perundang-undangan yang bersumber pada syariat. Islam memberikan wewenang jabatan atau pemerintahan kepada publik, adapun aturannya dalam bernegara tetap dipegang oleh syariat yang bersumber pada Alqur’an dan Hadits. Ini poin penting yang harus kita pahami. Jadi jabatan publik itu boleh dimiliki oleh siapapun dan dalam bentuk apapun selama jabatan dan prosesnya itu punya standar syariat yang jelas.
Bahkan dalam proses pengangkatan khalifah Ar-Rasyidin sendiri berbeda mulai dari khalifah Abubakar Radhiyallahu ‘Anhu sampai pada khalifah Saiyyidina Ali Karimallahu Wajhahu.
Adapun bila kita merujuk pada ilmu Fiqh Siyasah Syar’iyah akan kita dapati bahwa sistem yang dikenal dalam islam ada dua model: Pertama, pemerintahan itu di pilih oleh Ahli Hilli wal Aqdi, dan Kedua, di angkat dan di tunjuk oleh pemerintahan sebelumnya.[28]
Bila kita melihat terbagi Islam Sunni dan Syiah, maka terjadi konsep politik dan pandangan yang berbeda pula tentang politik, mungkin faktor yang mempengaruhinya yaitu dasar dan dalil yang mereka gunakan.
3.      Hisbah
Hisbah merupakan instansi yang khusus bergerak dibidang Amr Ma’ruf Nahi Munkar. Sehingga setiap adanya kemungkaran, maka wilayah Hisbahlah yang punya kewenangan terhadap kemungkaran tersebut.
E.     Analisa Penulis
Politik dan islam lahir secara bersamaan, politik itu islam dan islam itu politik. Ketika politik ini dipisahkan dari tubuh islam, maka politik itu bukan lagi islam dan dia berdiri sendiri tanpa pegangan, arah dan tujuan. Sehingga yang mengarahkan dan menjadi landasan politik adalah kemauan, hawa nafsu dan keserakahan manusia itu sendiri.
Islam adalah datang untuk menjadi pedoman hidup masyarakat secara keseluruhan. Islam itu datang sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin. Dan Rasulullah hadir juga sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, untuk menwujudkan konsep ini maka politik itu harus tunduk dibawah syarait dan menjadi bahagian syariat yang Rahmatan Lil ‘Alamin.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ  [آل عمران : 103]
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Prinsip perpolitikan dalam islam harus menganut konsep ayat diatas, yaitu konsep persatuan ummat, bukannya saling menuduh dan menghujamkan fitnah antar sesama muslim. maka bila menyalahi konsep itu, menjadi sesatlah ia. Dan juga konsep:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ  [الأنفال : 46]
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Politik dalam islam sudah jelas maknanya, sudah jelas pandangannya, sudah jelas arahnya dan sudah jelas manfaatnya. Hanya orang-orang yang tidak berimanlah yang menyelewengen dalam makna politik dalam islam dan juga dalam mengaplikasikan makna politik kedalam perilaku dan kebijakan yang mereka ambil.
Islam merupakan agama yang sempurna, politik dalam islam seperti jama’ah dalam shalat, ada imam dan ada makmum. Makmum haruslah patuh pada imam pada segala gerakan dan tingkah laku imam. Ketika imam lambat, makmum harus melambatkan gerakannya, ketika imam cepat bacaannya, makmum juga harus mengikutinya. Inilah yang muslim lakukan dalam politiknya.
Kita sebagai rakyat yang mengikuti pemerintah juga harus mengikuti aturan pemerintah, ini juga merupakan bahagian politik masyarakat kepada pemerintah. Contoh kecil; bila seseorang tidak membayar pajak, maka kita termasuk berbuat maksiat dan kita sebagai rakyat tidak menjalankan bahagian politik kita kepada pemerintah. Ini jelas sekali disebutkan dalam ayat diatas. Maksudnya disana ada hak dan kewajiban yang sangat mengikat antara rakyat dan pemerintah dan antara Makhluk dengan Khaliq.

F.     Kesimpulan
Setelah uraian diatas dapat kita mengerti apa itu politik dalam islam dan bagaimana pandangan politik dalam islam yaitu politik itu islam dan islam itu politik. Dan tiada pemisahan antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA
Az-zubaidi, Tahqiq: Abdu As-Sattar Ahmad Farraj, Tajul ‘Arusy Min Jauharatil Qamus, Jilid: 16, Kuwait: Wizarah Al-Irsyad wa Al-Anba’, 1965.
Antony Black, terj: Abdullah Ali, Mariana Ariestyawati, Pemikiran politik Islam: dari masa Nabi hingga masa kini, Jakarta: Serambi, 2001.
Abdul Hadi Awang, Islam & demokrasi, Selangor: PTS. Islamika, 2007.
Abi Daud, Sunan Abi Daud, Riyadh: Baitu al-Afkar ad-Dauliyah, tt.
Ahmad Redzuwan Mohd. Yunus, Demokrasi dan kepemimpinan islam: suatu perbandingan, Cet: 2, Kuala Lumpur: Cergas, 2003.
Hudza Munjid, AL-Munjid fi Al-Lhughah wal I’lam, Cet: 39, Bairut: Darel Machreq, 2002.
Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah fi Islah ar-Ra’I wa Ra’iyyah, Cet:1, Bairut: Dar Al-Afaq al-Jadidah, 1983.
Ibnu Jauzi, Tahqiq: Ahmad Bin Usman Al-Mazid, Talbis Iblis, Cet: 1, Riyadh: Darel Wathan, 2002.
Ibnu Mandhur, Lisanul Arab, Jilid: 6, Cet: 3,  Bairut: Darel Fikri, 1994.
Muhammad bin Abdillah Saif, Siyasah Syar’iyah, Cet: 1, Bairut: Dar Alma’alim, 2007.
Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Tahqeq: Muhammad Zuhair, Sahih Bukhari, Bairut: Dar Tuq, 2000.
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet. ke-8, Jakarta: LP3ES, 1996.
Kementerian Pendidikan Mesir, Mu’jam Al-Wajiz, Cairo: Wizaratul Tarbiyah wa Ta’lim, 1994.
Qardawi, Min Fiqh Daulah Fil Islam, Cet: 3, Bairut: Dar Asy-Syuruq, 2001.
Shalah Shawi, Ta’addidiyah Siyasah Fi Daulah Islami, Cet:1, Bairut: DarI’lam Ad Dauli, 1992.



[1] Hudza Munjid, AL-Munjid fi Al-Lhughah wal I’lam, Cet: 39, ( Bairut: Darel Machreq, 2002), hlm. 362 .
[2] Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Tahqeq: Muhammad Zuhair, Sahih Bukhari, (Bairut: Dar Tuq, 2000), Jld: 2, hlm. 169ز
[3] Ibnu Mandhur, Lisanul Arab, Jilid: 6, Cet: 3, ( Bairut: Darel Fikri, 1994), hlm. 108.
[4] Az-zubaidi, Tahqiq: Abdu As-Sattar Ahmad Farraj, Tajul ‘Arusy Min Jauharatil Qamus, (Kuwait: Wizarah Al-Irsyad wa Al-Anba’, 1965), Jilid: 16, hlm. 157.
[5] Kementerian Pendidikan Mesir, Mu’jam Al-Wajiz, ( Cairo: Wizaratul Tarbiyah wa Ta’lim, 1994), Hlm. 328.
[6]  Hudza Munid, AL-Munjid fi Al-Lhughah ..., hlm. 362 .
[7] Hudza Munid, AL-Munjid fi Al-Lhughah ..., hlm. 362 .
[8] Hudza Munid, AL-Munjid fi Al-Lhughah ..., hlm. 362 .
[9] Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah fi Islah ar-Ra’I wa Ra’iyyah, Cet:1, ( Bairut: Dar Al-Afaq al-Jadidah, 1983), hlm. 01.
[10] Muhammad bin Abdillah Saif, Siyasah Syar’iyah, Cet: 1, (Bairut: Dar Alma’alim, 2007), hlm. 37.
[11]Muhammad bin Abdillah Saif, Siyasah Syar’iyah ..., hlm. 38
[12] Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Tahqeq: Muhammad Zuhair, Sahih Bukhari ..., Jld: 4, hlm. 26.
[13] Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Riyadh: Baitu al-Afkar ad-Dauliyah, tt), hlm. 334..
[14] Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Tahqeq: Muhammad Zuhair, Sahih Bukhari ..., Jld: 1, hlm. 140.
[15] Antony Black, terj: Abdullah Ali, Mariana Ariestyawati, Pemikiran politik Islam: dari masa Nabi hingga masa kini, ( Jakarta: Serambi, 2001), hlm. 334.
[16] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet. ke-8, (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 1.
[17] Qardawi, Min Fiqh Daulah Fil Islam, Cet: 3, (Bairut: Dar Asy-Syuruq, 2001), hlm. 90.
[18] Qardawi, Min Fiqh Daulah Fil Islam ..., hlm. 91.
[19] Qardawi, Min Fiqh Daulah Fil Islam ..., hlm. 91.
[20] Ahmad Redzuwan Mohd. Yunus, Demokrasi dan kepemimpinan islam: suatu perbandingan, Cet: 2, (Kuala Lumpur: Cergas, 2003), hlm. 72.
[21] Dr. Fuad Abdul Mun’im Ahmad, As-siyasah Syar’iyah wa ‘Alaqatuha bi Tanmiyah Al-Iqtisadiyah wa Tathbiqatuha Al-Mu’asarah, ( Jeddah: Maktabah Malik Fahd Al-Wathaniyah, 2001), hlm. 25.
[22] Ibnu Jauzi, Tahqiq: Ahmad Bin Usman Al-Mazid, Talbis Iblis, Cet: 1, ( Riyadh: Darel Wathan, 2002), hlm. 753.
[23] Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah fi ..., hlm. 10.
[24] Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah fi ..., hlm. 57.
[25] Shalah Shawi, Ta’addidiyah Siyasah Fi Daulah Islami, Cet:1, (Bairut: Dar I’lam Ad Dauli, 1992), hlm. 29.
[26] Abdul Hadi Awang, Islam & demokrasi, (Selangor: PTS. Islamika, 2007), hlm. 50.
[27] Shalah Shawi, Ta’addidiyah Siyasah Fi Daulah , hlm. 31.
[28] Shalah Shawi, Ta’addidiyah Siyasah Fi Daulah ..., hlm. 33.

Popular posts from this blog

Contoh Terjemah Akte Kelahiran dalam bahasa arab

Contoh Surat Keterangan Aktif belajar dalam Bahasa Arab

Syair/Zikir Aceh; HADIS JANJONGAN