Manusia



Nama buku   : Hakikat Islam dan Kebathilan tuduhan \ حقائق الإسلام وأباطيل خصومه
Pengarang    : Abbas Mahmud Al ‘Aqqad
Penerbit         :  Maktabah al ‘Asriyah –Bairut
Tahun                        : 1957
Manusia
Manusia terlepas dari definisinya yang berbeda-beda, ada mendefinisikan insa itu sebagai binatang yang dapat berbicara, ruh yang tinggi yang diturunkan dari langit. Bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia ini dicampakkan ke bumi dari syurga dikarenakan kesalahannya yang memakan buah khuldi. Sehingga manusia mempunyai kesalahan warisan dan mereka mempercayai dan beriman adanya dosa warisan nenek moyang mereka. Ini merupakan khurafat merusakkan pemahaman manusia itu sendiri, bahkan merusak tatanan kehidupan manusia.

Dalam Islam, Alquran dan sunnah mendefinisikan makna insan dengan makhluk mukallaf (punya beban hukum),  dan makhluk yang punya padanya bentuk Penciptanya. Islam tidak pernah mengakui adanya dosa warisan.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى [الأنعام : 164]
Dan Islam tidak mengakui jatuhnya manusia dari derajat yang tinggi ke derajat bawah. Dalam Islam Nabi Adam diturunkan kebumi bukan menandakan bahwa Nabi Adam telah direndahkan dan dihinakan Allah Ta’ala, malah sebaliknya ( Baca Buku Mafahim Yajibu An Tusahihha, Karangan Syeikh al Alawi Al Maliki), dengan diturunkannya Nabi Adam ke bumi ini maka tinggilah derajatnya, karena Nabi Adam bisa beribadah dengan dua hal: Ma’rifah ( Ibadah di Syurga), dan Taklif ( Ibadah di dunia). Dengan begitu derajat Nabi Adam lebih tinggi dari Malaikat yang hanya beribadah dengan Ma’rifah.
Bahkan manusia punya bebas amanat yang tinggi yang bisa meninggikan derajatnya dan ini diakui oleh Islam dalam Alquran:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ [الأحزاب : 72]
بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ  [القيامة : 14]
Dengan begitu tinggilah derajat manusia melalui amanat Tuhannya, ini merupakan tanggung jawab yang besar yang Allah berikan pada manusia dari Malaikat sekalipun. Manusia mampu berbuat kebajikan dan keburukan. Dan berbuat kebajikan merupakan sebuah perkara yang sangat tinggi kedudukannya.
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا  [الإسراء : 11]
Dan juga sebaliknya, manusia mampu terjun ke derajat paling bawah dengan dosanya, karena mengikuti hawa nafsu dan tipudaya syaitan.
Manusia bahkan bisa bertaubat setelah melakukan sekian banyak kesalahan dan dosa.
Hak Asasi Manusia
Para kaum kafir yang tidak paham tentang Islam dulunya mengatakan bahwa dalam Islam penuh dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahkan zaman sekarang, sebahagian kaum muslim ikut-ikutan mengatakan bahwa dalam Islam banyak sekali ajarannya yang melanggar HAM, ini merupakan kesalahan fatal bagi muslim yang tidak mengerti Islam, alangkah bodohnya.
Islam telah mengumumkan Revolusi besar-besaran tentang pengakuan HAM pada abad ke-enam Masehi dalam bentuk pembebasan perbudakan secara berangsuran melalui hukum-hukumnya. Lihatlah dalam hukum dosa melakukan hubungan dibulan Ramadhan, Islam mewajibkan memerdekakan budak. Dalam dosa sumpah juga, dan lain sebagainya. Islam sangat mengakui kesamaan hak, baik laki-laki, perempuan, kulit putih, kulit hitam, suku, ras dan bangsa. Islam adalah Agama Rahmatan lil ‘Alamiin. Islam bukan milik sebuah bangsa, bukan milik satu suku, bukan milik bangsa arab, tapi seluruh manusia, seluruh generasi, bahkan golongan jin sekalipun.
Islam merupakan kemunitas agama yang pertama yang mengakui demokrasi. Lihatlah pengangkatan khulafa ar Rasyidin, empat sahabat punya proses pengakatan yang berbeda-beda, ke-empatnya punya pemilihan yang berbeda, pemilu yang berbeda. Jadi Islam tidak mengikat pengangkatan pemimpin dengan satu metode. Islam hanya membuat aturan pokok sahaja, karena kemaslahatan zaman dan bangsa berbeda satu sama lain. Kepemimpinan yang dhalim merupakan pelanggaran dalam Islam.

Popular posts from this blog

Contoh Terjemah Akte Kelahiran dalam bahasa arab

Contoh Surat Keterangan Aktif belajar dalam Bahasa Arab

من أخطأ الطريق ضل، ولا ينال المقصود؛ قلّ أو جل