DELIAR NOER
Deliar Noer (lahir
di Medan, Sumatera Utara, 9 Februari 1926 – meninggal di Jakarta, 18 Juni 2008
pada umur 82 tahun), adalah seorang dosen, pemikir, peneliti, dan politikus
asal Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta, pendiri dan
ketua umum Partai Umat Islam. Deliar merupakan sedikit dari intelektual dan
ilmuwan politik yang memiliki integritas tinggi dan aktif menulis. Ia juga
merupakan salah seorang perintis dasar-dasar pengembangan ilmu politik di
Indonesia.
Deliar Noer lahir
dari orang tua yang berasal dari Pakan Kamih, Tilatang Kamang, Agam, Sumatera
Barat. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya, Noer bin Joesof,
merupakan kepala pegadaian di Medan, Sumatera Utara. Pada mulanya ia diberi
nama Muhammad Zubair. Namun karena sering sakit-sakitan, namanya diganti
menjadi Deliar.
Karena hidup
berpindah-pindah, maka ia bersekolah di berbagai tempat. Dia mendapatkan
pendidikan di HIS Taman Siswa Tebing Tinggi, MULO Bukittinggi, INS Kayutanam,
Tyugakko di Medan, dan SMT (Kolese Kanisius) di Jakarta. Setelah lulus dari
SMT, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Nasional. Setelah memperoleh
gelar sarjana, ia terus ke Cornell University, Amerika Serikat untuk mengambil
gelar master (1960) dan doktor (1963). Melalui disertasinya yang berjudul : Gerakan
Islam Modernis di Indonesia 1900-1942, ia menjadi orang Indonesia pertama
yang memperoleh gelar Ph.D. dalam ilmu politik.
Deliar Noer
mengawali kariernya sebagai penyiar RRI pada tahun 1947. Pekerjaan ini
dilakoninya untuk membiayai pendidikannya. Setelah itu ia pergi ke Singapura
menjadi staf perwakilan Departemen Perdagangan RI. Ia pernah menjadi wartawan
koran "Berita Indonesia" dan majalah bulanan "Nusantara".
Tahun 1950 ia
ditunjuk menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jakarta. Tiga
tahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Dari
organisasi inilah kemudian ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional seperti
Hamka, Natsir, dan Mohammad Roem.
Tahun 1951 ia
bekerja sebagai staf Departemen Luar Negeri. Sepulang dari Amerika Serikat pada
tahun 1963 ia menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara. Di universitas ini
ia hanya mengajar selama dua tahun sebelum akhirnya diberhentikan oleh Syarif
Thayeb, yang menjabat sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan. Ia
dituduh subversi dan dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat.
Pada tahun 1967 ia
menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jakarta). Di bulan Juni 1974, ia kembali diberhentikan karena kritis terhadap
tindakan represif pemerintah dalam penanganan Peristiwa Malari. Setelah
dilarang mengajar di seluruh Indonesia, ia menerima tawaran untuk menjadi
peneliti dari Universitas Nasional Australia (ANU). Tahun kedua di Australia,
ia menjadi dosen tamu di Universitas Griffith. Setelah mengajar selama lima
tahun, ia dan Mohammad Natsir membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan
Pengembangan Masyarakat (LIPPM)[2].
Pada awal era Orde
Baru, ia menjadi staf penasihat Presiden Soeharto. Lalu ia mengundurkan diri
karena perbedaan ideologi dengan Soeharto. Bersama dengan Mohammad Hatta, ia
mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia. Namun partai itu tidak disetujui
oleh pemerintah. Di era reformasi, ia mendirikan Partai Ummat Islam. Tetapi
dalam Pemilu 1999, tidak mendapatkan cukup suara untuk melampaui ambang batas
parlemen .
Pada bulan April
1961, Deliar melangsungkan pernikahannya di Amerika Serikat dengan seorang
gadis Mandailing, Zahara Daulay. Dari perkawinannya dengan Zahara, ia
dikaruniai dua putra, yaitu Muhammad Dian dan Muhammad bin Deliar Noer. Namun
putranya yang kedua meninggal sewaktu kecil.
Deliar Noer terkenal
dengan disertasi mengenai “ The Modernist Muslim Movement in Indonesia
1900-1942” di Cornell University, AS. Deliar merupakan sosok pemikir yang
selalu intens dalam melihat dan menganalisis perkembangan partai politik Islam
di Indonesia.
Deliar bukanlah
politisi instan yang lahir akibat runtuhnya rezim Soeharto. Sikap kritis Deliar
senantiasa berkumandang sejalan dengan usianya mengabdi tanah air ini. Tak
terhitung sudah larangan-termasuk cekal- terhadap dirinya untuk tampil sebagai
pembicara dalam berbagai acara. Selain itu ia juga diberhentikan sebagai rektor
IKIP Jakarta dan dilarang mengajar di seluruh Indonesia.[3]
Deliar Noer adalah
sosok yang tegas dan berani serta konsisten memperjuangkan penegakan syariat
Islam di tanah air. Sahar L. Hasan, Presidium KAHMI (Korps Alumni HMI), saat
menyampaikan pidato perpisahan di TPU Karet Bivak pada Kamis kelabu lalu,
menyebut Deliar Noer sebagai intelektual-ulama pemberani. Sulit sekali, kata
Sahar, mencari orang sekaliber Deliar Noer. Ada pula yang mengatakan Deliar
Noer adalah perpaduan Mohammad Hatta (intelektual) dan Muhammad Natsir (ulama).
[3] Ohio Halawa dkk, Profil 48 Ketua Umum Partai Politik RI, (Jakarta : PT. Kreassi Karya Wiguna dan
Nias, 1999), hlm. 303