Sifat Tuhan; Wahdaniyah

1.      Wahdaniyyah
Sifat yang ke enam yang wajib bagi Allah dan wajib diimani dan merupakan sifat yang terakhir dari sifat salbiyyah adalah wadaniyah yang berarti Maha Esa dan tunggal dan mustahil Ia bertubuh dan berbilang (banyak).

Imam Sanusy memberi definisi sifat tersebut dengan:

لا ثانى له فى ذاته ولا فى صفاته ولا فى أفعاله
Tidak ada yang menduai bagi Allah, pada zat, pada sifat dan pada perbuatanNya

Sebelum memasuki dalam pembahasan sifat tersebut ada baiknya kita perhatikan sejenak tentang susunan kalimat wadaniyyah yang merupakan satu kalimat bahasa Arab yang sarat dengan makna.
وحدانية
وحد wahda Untuk memberi pengertian Esa (satu)
ان Alif dan Nun untuk memberi pengertian mubalaghah (maha)
ي Ya hufuf nibah yang dihubungkan kepada wahdah (kumpulan satu)
ة Ta huruf taknis yang menandakan lafal wadaniyyah itu sifat
Maka kalau diartikan wahdaniyah ini dengan lengkap dan sempuna serta sesuai dengan susunannya bahwa:
Sungguh Maha Esa Allah pada zatNya
Sungguh Maha Esa Allah pada sifatNya
Sungguh Maha Esa Allah pada semua perbutanNya
Demikianlah makna harfiyah wahdaniyyah dalam kitab Ad Dusuqy halaman 89 yang dinukil oleh Abu Kemala dalam risalahnya[1].

Dengan sebah Allah bersifat dengan Wahdaniyyah maka zat Allah tidak bertubuh, Allah itu tunggal tidak ada zat lain yang sebanding dengannya dan Allah esa dalam mengatur dan tidak ada campur tangan orang lain pada penciptaan, semuanya itu kemudian disebut dengan kam yang berarti banyak, maka dari sifat wahdaniyyah ini dapat dinafikan lima kam yaitu lima model bentuk banyak yang tidak boleh ada pada Allah. Dengan mengerti lima macam model tersebut dan mengimani bahwa kelima macam tersebut tidak ada pada Allah, sampailah kita pada pengetian wahdaniyyah yang berarti Allah itu maha Esa. yaitu:
1)      Nafi Kam muttashil pada zat yaitu, Zat Allah tidak mungkin dibagi, karea zatNya itu bukan sebuah susunan yang tersesun sehingga padat dibagi, Zat Allah tidak seperti sebutir berar yang tersusun dari ratusan unsur tepung dan bukan juga sepeti tubuh yang tersusun dari daging, tulang dan urat dan sebagainya. Zat Allah tidak bulat, dan tidak picak, tidak tipis dan tidak tebal, begitulah seterusnya, sebab segala-galanya itu sifat makhluk ciptaannya, sedangkan Tuhan yang khalik yakni yang menciptakan dan yang menjadikan sudah barang tentu sifat makhluk yang dijadikan tidak ada pada Tuhan yang mectakan dan yang menjadikan.
2)      Nafi Kam munfashil pada zat yaitu tidak ada satu zat pun yang sebanding dan bersamaan dengan zatNya, karena yang lain itu semuanya makhluk ciptaanNya yang tidak mungkin sama dengan pencipta.
3)      Nafi Kam Muttashil pada sifat yaitu sifat Allah Esa, bukan berlain-lainan dengan sebab berlain-lainan taaluq, Ilmu Allah Esa, dimana dengan Ilmu yang Esa tersebut Allah mengetahui benda-benda di langit dan benda-benda di bumi dan lain sebagainya, semuanya Allah mengetahui dengan ilmu tersebut. Berbeda halnya ilmu yang ada pada manusia, dimana ilmu tehnik mesin tidak mungkin dengan ilmu itu bisa bertukang, ilmu berbahasa inggris tidak mungkin bisa membaca Quran dan lain sebagainya.
Esa pada sifat tidak berarti Allah itu sifatnya hanya satu, karena sifat Allah itu sangat banyak yang tidak ada seorangpun yang mampu menghetongnya, akan tetapi yang dimaksud dengan Esa pada sifat adalah, pada Allah itu tidak ada dua sifat yang bersamaan dan sama fungsinya, seperti Allah mempunyanyi dua sifat ilmu, dua sifat qudrah dan seterusnya dimana yang satu berfungsi untuk ini dan yang satu lagi berfungsi untuk itu.
4)      Nafi Kam munfashil pada sifat yaitu, tidak ada sifat lain yang sempurna seperti sempuna sifat Allah. Memang sifat lain ada pada makhluk seperti ilmu, mendengar, melihat dan lain-lain, tetapi serba kekurangan yang fungsinya terbatas, tidak seperti  sifat Allah yang maha mengetahui, maha pencipta dan maha segala-galanya.
5)      Nafi Kam munfashil pada perbuatan yaitu didak terdapat dari semua pebuatan-pebuatan makhluk yang bersamaan dengan perbuatan Allah, bahkan tidak ada satu perbutanpun selain dari perbuata Allah, Ia esa pada menciptakan alam semesta, pada menjaga dan pada mengaturnya.
Demikianlah zat Allah yang maha Esa yang tidak tersusun dari pada berbagai unsur sehingga menjadi satu. Tidaklah demikian, Allah Maha Esa sehingga tergadang di istilah dengan nuqtah.
Nuqtah adalah suatu zat yang sangat halus yang tak dapat dibagikan lagi, karena zat Allah merupakan zat yang tidak menerima bagi dan tidak mungkin untuk dibagi sehigga di sebut juga dengan nuqtah. Dengan disebut demikian tidak berarti Allah itu bagian dari pada nuqtah ataupun seperti nuqtah karena nuqtah itu baharu, sedangkan Allah qadim, tidak sama yang qadim dengan yang baharu, tetapi disebutkan demikian supaya mudah dimengerti tentang zat Allah.

Diantara Ulama besar yang menyebutkan demikian adalah Syeh Ibrahim Al Bajuri ketika menjelaskan keluasan makna basmalah. Beliau mengatakan bahwa semua isi Kitab dan isi-isi Shuhuf yang diturunkan Allah di kandung oleh al Quran, isi Quraan terhimpun dalam surat Al Fatihah, isi Fatihah terhimpun di dalam basmalah (bismiilah), isi basmalah terhimpun di dalam huruf ba yang terletak sebagai huruf pertama pada bismillah, makna ba adalah biy kana ma kana, wa biy yakunu ma yakunu (dengan qudrah saya menciptakan barang yang telah ada, dan dengan qudrah saya juga menciptakan barang yang selagi akan ada), makna ba terkandung semuanya dalam nuqtah (titik) ba, yang dimaksud dengan titik ba disini adalah tetesan pertama pada pena yang sangat halus  ketika menulis huruf ba, dimana dari tetesan itu dimulai untuk menulis huruf-huruf sesudahnya, nuqtah (titik) ba yang dimaksudkan di sini adalah sebagai kata ganti dari pada menyebut zat Allah yang  berarti semua makna itu terdapat pada zat (ilmu) Allah, karena sebagaimana nuqtah (titik) ba tersebut sangat halus dan tidak mungkin untuk dibagi-bagikan sehingga nuqtah (titik) ba tersebut dijadikan sebagai kata ganti dari pada menyebut zat Allah dan dari kekuasaanNya ada segala alam semesta ini[2].



[1] . Abu Kemala, Risalah Ma’rifat, jilid II, hal, 5
[2] . Syeh Ibrahim Al Bajuriy, hasyiyah Bajuriy ‘ala Ibni Qasim Al gaziy, hal 11

Popular posts from this blog

Contoh Terjemah Akte Kelahiran dalam bahasa arab

Contoh Surat Keterangan Aktif belajar dalam Bahasa Arab

Syair/Zikir Aceh; HADIS JANJONGAN